Pemilihan Keuchik Kembali Ditunda, Menanti Putusan Mahkamah Konstitusi
Font Terkecil
Font Terbesar
Surat yang ditandatangani oleh Plt. Sekretaris Daerah Aceh, M. Nasir, S.IP, MPA, menyatakan bahwa relaksasi waktu pelaksanaan tahapan Pilciksung diberlakukan “sampai dengan diperolehnya hasil putusan Mahkamah Konstitusi” terkait uji materi terhadap Pasal 115 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Surat tersebut tersebar luas melalui grup percakapan daring pada Senin, 22 April 2025. Hingga berita ini ditayangkan, Pemerintah Aceh belum memberikan keterangan resmi mengenai maksud dan tindak lanjut dari surat tersebut.
Gugatan ke Mahkamah Konstitusi
Penundaan ini berkaitan dengan permohonan uji materi yang diajukan sejumlah keuchik asal Aceh ke Mahkamah Konstitusi. Mereka mempersoalkan perbedaan masa jabatan antara keuchik di Aceh, yang diatur selama enam tahun, dengan kepala desa di wilayah lain yang kini menjabat selama delapan tahun berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024.
“Kami berharap Mahkamah Konstitusi bisa memberikan kepastian hukum. Tidak adil jika kepala desa di daerah lain menjabat delapan tahun, sedangkan kami hanya enam tahun,” ujar Muntasir, Keuchik Gampong Alue Batee, Kabupaten Aceh Timur, seperti dikutip dari acehkini, 18 Maret 2025.
Pandangan Aktivis Hukum
Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin, SH, MH, menyatakan bahwa kekhususan Aceh tidak semestinya menjadi alasan untuk membatasi hak politik warga desa.
“Memang benar Aceh memiliki kekhususan, tetapi prinsip keadilan nasional harus tetap dijaga. Putusan Mahkamah Konstitusi nantinya akan menjadi landasan hukum yang penting,” kata Safaruddin dalam wawancara dengan Serambi Indonesia, edisi 20 Maret 2025.
Menunggu Kepastian Hukum
Masyarakat dan tokoh-tokoh gampong berharap Mahkamah Konstitusi dapat segera mengeluarkan putusan yang jelas dan adil. Sementara itu, mereka mengimbau agar pemerintah daerah tetap menjaga stabilitas pelayanan publik di tingkat gampong selama masa transisi.(*)