Jejak Ulama Besar Aceh Utara: Cahaya Ilmu yang Tak Padam
Ulama adalah individu yang memiliki keahlian dalam ilmu agama serta bidang lainnya yang berkaitan dengan kemaslahatan umat. Di wilayah timur Aceh Utara, terdapat beberapa ulama besar yang telah memberikan kontribusi besar dalam pengembangan ilmu dan pendidikan Islam. Berikut adalah profil tiga ulama yang memiliki peran penting dalam masyarakat:
1. Abu Panton (Tgk. H. Ibrahim Bardan)
Abu Panton, lahir di Seuneudon, Aceh Utara, pada tahun 1945, dikenal sebagai seorang ulama dengan kecerdasan dan daya nalar yang tinggi. Pendidikan agama pertamanya diperoleh dari ayahnya, Teungku Bardan, yang juga seorang ulama.
Pada usia 15 tahun (1960), beliau mulai merantau untuk menimba ilmu di berbagai dayah. Awalnya, ia belajar di Dayah Aron di bawah bimbingan Abi Syafi’i Aron. Setelah dua tahun, beliau melanjutkan studinya ke Dayah Idi Cut, di mana ia mencapai tingkat tsanawiyah dan aliyah.
Pada tahun 1965, Abu Panton berguru kepada ulama besar, Abu Abdul Aziz Samalanga (Abon Samalanga). Setelah sepuluh tahun menimba ilmu dan mengajar di Dayah Mudi Mesra, ia kemudian mendirikan dan memimpin Dayah Malikussaleh Panton.
Pengalamannya dalam mencari ilmu semakin bertambah setelah ia melaksanakan ibadah haji. Di sana, beliau membeli dan mendalami Kitab Zurqani, yang membahas Mazhab Imam Malik. Hal ini memperkuat pemahaman bahwa ilmu yang diajarkan oleh gurunya, Abon Samalanga, sesuai dengan kitab-kitab besar Islam.
Sepanjang hidupnya, Abu Panton mendedikasikan diri untuk masyarakat Aceh melalui pendidikan dan dakwah hingga wafat pada tahun 2013.
2. Tgk. H. Karimuddin Muhammad Amin (Abu Alue Bili)
Abi Karimuddin lahir di Matang Jeulikat, Seunuddon, pada Agustus 1945. Beliau adalah murid dari ulama besar Abuya Muda Waly Al-Khalidy dan Abu Hasan Krueng Kalee dalam bidang Tarekat Naqsyabandiyah dan Haddad.
Pendidikan awalnya dimulai di Dayah Aron, kemudian melanjutkan ke Dayah Darussalam Labuhan Haji, Aceh Selatan, yang dipimpin oleh Abuya Muda Waly, serta di Dayah Darussa’adah Kota Fajar.
Setelah menyelesaikan studinya, Abi Karimuddin mendirikan dayah di kampung halamannya, Matang Jeulikat. Pada tahun 1980, dayah tersebut dipindahkan ke Desa Alue Bili Rayeuk dan diberi nama Dayah Babussalam Alue Bili Rayeuk.
Beliau dikenal sebagai seorang ulama yang memiliki wawasan luas, cerdas, dan tawadhu. Selain mengajarkan ilmu fiqih, tauhid, dan tasawuf, ia juga menulis beberapa karya, di antaranya:
- Risalah Latifah tentang tarekat Tahlil Samadiyah, Yasin, dan Waqi’ah.
- Majmu’ Latif, yang berisi berbagai hizib dan doa-doa penting.
- Artikel-artikel tentang doa serta praktik Tarekat Khawat.
Abi Karimuddin wafat pada 17 Desember 2011 dalam usia 67 tahun. Ia meninggalkan seorang istri, delapan anak, serta lebih dari 1.200 santri di dayah yang didirikannya.
3. Tgk. Muhammad Daud Ahmad (Abu Lhok Nibong)
Lahir pada Maret 1941 di Meunasah Leubok, Lhok Nibong, Aceh Timur, Abu Lhok Nibong merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Semasa di Dayah Mudi Mesra Samalanga, ia dikenal dengan panggilan “Teungku di Simpang” oleh gurunya, Abon Samalanga.
Perjalanan ilmunya dimulai dengan berguru kepada Teungku Abdurrani (Teungku di Aceh) selama tiga tahun. Pada tahun 1960, beliau melanjutkan pendidikan ke Dayah Mudi Mesra, tempatnya berguru kepada Abon Samalanga.
Kehadirannya di dayah tersebut sangat dihargai, hingga ia dipercaya menjadi tangan kanan gurunya. Setelah 11 tahun, Abon Samalanga mengizinkannya mendirikan Dayah Darul Huda Lhok Nibong.
Selain sebagai ahli dalam berbagai disiplin ilmu Islam, Abu Lhok Nibong juga dikenal memiliki keahlian dalam ilmu qira’at. Ia terus berdakwah dan membimbing santri hingga kesehatannya menurun pada tahun 2016. Dalam pertemuan terakhir dengan santri dan alumni, beliau menyampaikan pesan-pesan keislaman dan meminta maaf atas segala kekhilafan selama mendidik mereka.
Dikenal sebagai ulama yang mustajab doanya, pada tahun 1969 beliau pernah memimpin shalat istisqa’ saat daerahnya mengalami kemarau panjang, dan malam harinya turun hujan lebat.
Abu Lhok Nibong wafat pada 19 Juni 2022 dalam usia 81 tahun di RSUD Zainoel Abidin, Banda Aceh. Beliau telah mengabdikan hidupnya untuk ilmu dan masyarakat Aceh.
Kesimpulan
Ketiga ulama ini—Abu Panton, Abu Alue Bili, dan Abu Lhok Nibong—telah memberikan kontribusi besar dalam pendidikan Islam di Aceh. Melalui dayah yang mereka dirikan, ilmu mereka terus diwariskan kepada generasi berikutnya. Keilmuan dan keteladanan mereka menjadi inspirasi bagi umat Islam, khususnya di Aceh Utara dan sekitarnya.***