BREAKING NEWS

KLHK Cabut Izin 18 PBPH, PT Rencong Pulp dan Paper Industry di Aceh Utara Terkena Dampaknya

Konferensi pers

"Pencabutan 18 PBPH pada tahun ini dilakukan berdasarkan hasil evaluasi yang menunjukkan ketidakpatuhan terhadap aturan perizinan serta pemanfaatan hutan"


PASE SATU | JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari telah mencabut izin 18 Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang mencakup total area seluas 526 ribu hektare. Keputusan ini diumumkan dalam konferensi pers yang berlangsung di Kantor Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari, Jakarta pada Jumat 21 Februari 2025.


Menurut Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Luar Negeri KLHK, Krisdianto, setiap PBPH yang diterbitkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemegang izin sesuai dengan peraturan yang berlaku. KLHK melakukan pengawasan secara langsung guna memastikan pemenuhan kewajiban tersebut.


Krisdianto menjelaskan bahwa hak dan kewajiban dalam PBPH telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 mengenai Penyelenggaraan Kehutanan. Beberapa kewajiban utama yang harus dipenuhi oleh pemegang izin meliputi:

  • Penyusunan rencana kerja usaha dalam jangka waktu 10 tahun.
  • Penyusunan rencana kerja tahunan.
  • Pelaksanaan kegiatan di lapangan dalam waktu paling lambat satu tahun setelah izin diterbitkan.
  • Penataan areal kerja sesuai regulasi yang berlaku.
Foto Hutan Cot Girek
Hutan Pedalaman Aceh Utara (Foto: Syahrul Ibn Usman/wikimedia commons) 


"Jika pemegang PBPH tidak memenuhi kewajiban tersebut, KLHK berhak memberikan sanksi administratif berupa teguran tertulis, denda, pembekuan izin, hingga pencabutan izin," ujar Krisdianto.


Baca Juga :

Pencabutan 18 PBPH pada tahun ini dilakukan berdasarkan hasil evaluasi yang menunjukkan ketidakpatuhan terhadap aturan perizinan serta pemanfaatan hutan.


Salah satu perusahaan yang terkena pencabutan izin adalah PT Rencong Pulp dan Paper Industry, yang beroperasi di Aceh Utara dengan luas area ± 10.384 hektare. 


Perusahaan ini tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam izin PBPH, termasuk penyusunan rencana kerja dan realisasi kegiatan di lapangan. Selain itu, evaluasi KLHK menunjukkan adanya indikasi pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


Akibat pencabutan ini, seluruh aktivitas PT Rencong Pulp dan Paper Industry harus dihentikan, dan lahan kembali menjadi kawasan hutan negara. KLHK akan meninjau lebih lanjut pemanfaatan lahan ini untuk memastikan keberlanjutan pengelolaan hutan di wilayah tersebut.


Sebanyak 18 PBPH yang dicabut tersebar di 12 provinsi, di antaranya Aceh, Sumatra Barat, Riau, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Maluku, dan Papua. Berikut daftar PBPH yang izinnya dicabut:

  1. PT Plasma Nutfah Marind Papua - ± 64.050 ha (Merauke, Papua)
  2. PT Hutan Sembada - 10.260 ha (Kalimantan Selatan)
  3. PT Rimba Dwipantara - ± 9.930 ha (Kalimantan Tengah)
  4. PT Zedsko Permai - ± 30.525 ha (Mamuju, Sulawesi Selatan)
  5. PT Rencong Pulp dan Paper Industry - ± 10.384 ha (Aceh Utara, Aceh)
  6. PT Multikarya Lisun Prima - ± 28.885 ha (Sijunjung, Sumatra Barat)
  7. PT Satyaguna Sulajaya - ± 27.740 ha (Banggai, Sulawesi Tengah)
  8. PT Batu Karang Sakti - ± 43.327 ha (Malinau, Kalimantan Utara)
  9. PT Cahaya Mitra Wiratama - ± 18.290 ha (Kutai Timur, Kalimantan Timur)
  10. PT Sari Hijau Mutiara - ± 20.000 ha (Indragiri Hilir, Riau)
  11. PT Janggala Semesta - ± 12.380 ha (Kalimantan Selatan)
  12. PT Maluku Sentosa - 11.504 ha (Buru, Maluku)
  13. PT Talisan Emas - ± 54.750 ha (Maluku)
  14. PT Wanakayu Batuputih - ± 42.500 ha (Kalimantan Barat)
  15. PT Kayna Resources - ± 45.675 ha (Kapuas Hulu, Kalimantan Barat)
  16. PT East Point Indonesia - ± 50.665 ha (Kalimantan Tengah)
  17. PT Cahaya Karya Dayaindo - ± 35.340 ha (Sintang, Kalimantan Barat)
  18. PT Wana Dipa Perkasa - ± 8.355 ha (Balangan, Kalimantan Selatan)


Setelah pencabutan izin, lahan PBPH yang bersangkutan kembali menjadi bagian dari kawasan hutan negara. KLHK akan melakukan kajian terhadap kondisi lahan, potensi hasil hutan dan jasa lingkungan, topografi, serta keberadaan masyarakat sekitar. Kajian ini akan menjadi dasar dalam menentukan pemanfaatan lahan selanjutnya, baik untuk dialokasikan kembali, digunakan untuk kepentingan lain, atau dijadikan dasar kebijakan baru.


Dengan pencabutan ini, seluruh kegiatan dalam area PBPH yang dicabut harus dihentikan. Selain itu, pemegang izin diwajibkan untuk:

  • Menghentikan semua bentuk aktivitas di area kerja.
  • Mengembalikan aset tidak bergerak kepada negara, kecuali tanaman hasil budidaya.
  • Melunasi kewajiban finansial yang masih tertunggak.
  • Memenuhi kewajiban administratif lainnya sesuai ketentuan yang berlaku.

Kebijakan pencabutan ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan hutan secara berkelanjutan serta memastikan bahwa izin PBPH hanya diberikan kepada pihak yang benar-benar berkomitmen terhadap kelestarian hutan dan ekosistemnya.***


ADVERTISEMENT
no